Di Facebook

Tentang Kami

A.P.I AL FADHLUA.P.I AL FADHLU.Pondok Pesantren Asrama Pendidikan Islam Al Fadhlu adalah Pondok Pesantren yang masih menerapkan metode pendidikan ala salaf namun berpijak dan berprinsip pada "AL MUHAFAZHOTU 'ALAL QADIMISH SHALIH WAL AKHDZU BIL JADIDIL ASHLAH"(Dapat menerima budaya baru yang baik dan melestarikan budaya lama yang masih relevan) sebagai mottonya ......



AL FADHLU, A.P.I.
Pancuran,Kandangan,Bawen
50661 Semarang,Jateng
A.P.I AL FADHLU
alfadhu@gmail.com
P: (+62) 8813739848
Kontak Kami

Al fadhlu Blog Artikel

Belajar islam dan sufisme



Bagaimana Kita Bermadzhab

Madzhab bermakna tempat orang pergi bertanya. Dulu, jika orang menemui suatu perkara agama yang belum diketahui hukumnya, mereka pergi kepada ulama mujtahid seperti Imam Abu Hanifah, Imam Malik, Imam Asy-Syafi’i, Imam Ahmad bin Hanbal dan imam-imam lainnya yang telah mencapai derajat mujtahid muthlaq. Namun mereka saat ini telah meninggalkan dunia, lalu ke mana kita bertanya?

Akhi, bukankah Rasul juga tidak bisa lagi ditanyai? Kemana para tabi’in bertanya? Kepada ulama dari kalangan shahabat atau ulama tabi’in yang telah berguru kepada para shahabat. Di antara tabi’in dan tabi’it tabi’in terdapat ulama-ulama besar bahkan yang telah dibolehkan berfatwa oleh gurunya. Misalnya Imam Syafi’i yang dibolehkan berfatwa oleh Imam Malik. Saat itu usia Imam Syafi’i baru 16 tahunan, jika saya tak salah ingat. Namun ilmu beliau dan hafalan Qur’an dan haditsnya telah memadai untuk berfatwa.

Kemudian generasi berikutnya belajar dari mereka yang sanadnya bersambung ke salah satu imam. Terkadang ada juga yang mempelajari lebih dari satu madzhab kepada ulama masing-masing madzhab yang sanadnya bersambung kepada para imam tersebut. Dan para imam tentunya sanad mereka bersambung hingga ke Rasul SAW. Kemudian generasi berikutnya seperti itu juga. Mereka memahami Al-Qur’an dan hadits melalui para ulama yang bersambung sanadnya ke Rasul.

Maka dari itu, sanad guru menjadi penting agar kita tidak belajar secara otodidak, baca Qur’an dan hadits langsung berpendapat sendiri tanpa bertanya kepada ulama yang ilmu dan kepahaman mereka itu sanadnya bersambung hingga ke ahli hadits, hingga ke Rasul. Akhirnya pemahamannya keliru, lalu muncul sekte-sekte yang boleh dibilang liberal, karena dia membebaskan dirinya dari kaidah-kaidah yang berlaku.

Taqlid, tanpa buta, adalah cara mudah bagi mereka yang belum cukup ilmunya. Orang yang pergi bertanya kpd imam madzhab itu bukan berarti awam. Banyak di antara mereka yang telah hafal ratusan ribu hadits. Setelah mendapat jawaban sang imam, ia pun mengikutinya, taqlid, bermadzhab.

Pernah imam Muslim menghadapi suatu perkara. Sudah beberapa hari ia bermujahadah, namun belum juga menemukan solusi. Lalu pergilah ia kepada Al-Imam Al-Bukhori. Dengan mudahnya Al-Imam memberikan jawaban. Maka Imam Muslim pun mencium tangan sang imam sambil memuji keilmuan beliau. Padahal kalau Imam Muslim mau, beliau bisa saja berfatwa dengan keilmuan beliau yang mumpuni. Tetapi itu bukanlah adab ahli ilmu.

Apakah itu berarti bahwa Imam Bukhori itu membuat madzhab? Jika beliau menyusun ushul sendiri, lalu berijtihad dengan kaidahnya sendiri dan syarat-syarat lainnya telah beliau penuhi, maka beliau telah membangun madzhab sendiri. Tetapi kenyataannya tidak. Imam Bukhori berijtihad berdasarkan kaidah madzhab Syafi’i. Beliau mujtahid, namun bukan mujtahid muthlaq.

Bolehkah Mencampur Dua Madzhab?

Bermadzhab itu seperti menggunakan operating system untuk computer atau membeli perlengkapan perang dan pertahanan negara. Kita tak bisa membeli radar Amerika dan pesawat Rusia dalam waktu bersamaan. Jika kemarin kita membeli semuanya dari Amerika, lalu sekarang mau membeli pesawat Rusia, maka semua perangkat juga harus diganti dari Rusia.

Masing-masing madzhab mempunyai ushul dan kaidah yang berbeda dalam berijtihad. Punya alasan-alasan dan pertimbangan-pertimbangan berbeda dalam memutuskan suatu perkara.

Bagaimana Cara Memilih Madzhab?

Memilih madzhab itu, sebaiknya madzhab yang dipakai oleh mayoritas Muslimin di negeri kita tinggal. Misalnya saya dari kecil tinggal di negeri yang menggunakan madzhab Syafi’i. Saya belajar madzhab Syafi’i sedari kecil dan mengamalkannya. Suatu saat saya pindah ke negeri yang menggunakan madzhab Maliki. Jika saya telah memahami juga madzhab Maliki, maka bolehlah saya berpindah menggunakan madzhab Maliki. Namun bila saya belum memahami madzhab Maliki, bolehlah saya menggunakan madzhab Syafi’i. Yang penting tidak mencampur madzhab. Sistem bermadzhab seperti ini telah dikenal sejak masa salafush shalih. Itulah makanya kita mengenal bahwa fulan adalah ulama dari madzhab Maliki, sedangkan anu adalah ulama dari madzhab Hanafi, dsb. Wallahu a’lam.


Item Bagaimana Kita Bermadzhab
Rating 5 / 5
Reviewer Gus Tahta Al Hafizh
Date 7/28/2012
Description
Summary Madzhab bermakna tempat orang pergi bertanya. Dulu, jika orang menemui suatu perkara agama yang belum diketahui hukumnya, mereka pergi kep...

Tentang Kami

author picture

Gus Tahta Al Hafizh : Asrama Pendidikan Islam Al Fadhlu adalah Pondok Pesantren yang masih menerapkan metode pendidikan ala salaf namun berpijak dan berprinsip pada "AL MUHAFAZHOTU 'ALAL QADIMISH SHALIH WAL AKHDZU BIL JADIDIL ASHLAH"(Dapat menerima budaya baru yang baik dan melestarikan budaya lama yang masih relevan) sebagai mottonya. Ikuti kami juga di G+ @ Gus Tahta Al Hafizh .

: 0 Tidak ada komentar ...

Posting Komentar ANDA

Komentar Anda adalah bagian dari Shilaturrahim ... :-)